SELAMAT DATANG DIBLOG RESMI HMI KOMISARIAT HUKUM UIR, TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI...!!!

Jumat, 20 Desember 2019

Panasnya Lomba Debat Konstitusi Fakultas Hukum UIR


Kembali lagi dengan penulis.

Bagaimana kabar kalian?
semoga dalam keadaan sehat walafiat. Nah pada kesempatan ini penulis akan memberikan informasi untuk menginspirasi pembaca.

     Debat konstitusi dengan mengusung tema "Patuh Pada Nomokrasi, Setia Pada Demokrasi, Bersatu Dibawah Konstitusi" yang ditaja oleh Himpunan Mahasiswa Hukum Tata Negara (HIMATARA) Periode 2019/2020, Di Ruangan 1.08 Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Riau (UIR). Kamis (19/12).

     Debat konstitusi ini dihadiri oleh Dr. Admiral, S.H., M.H-Dekan Fakultas Hukum, Dr. Ir. Suparto, S.H., S.IP., M.M., M.Si., M.H-Kepala Departemen Jurusan Hukum Tata Negata (HTN). Serta Dewan Juri Wira Atma Hajri., S.H., M.H( ngak jadi), Moza Dela Fudika, S.H., M.H(babak penyisihan hingga babak final), umi muslikhah, S.H., M.H( babak penyisihan dan babak final) dan Faisal Taufiqurrahman, S.H., M.H(babak semifinal dan babak final).


     Rasa kecewa Sempat dialami oleh peserta terhadap pelaksanaan lomba debat konstitusi yang sempat diundur dua kali. Pengunduran tersebut terjadi sebab dewan Juri lagi mengikuti rapat Senat Fakultas. Oleh sebab itu, ketua pelaksana-M. Al Jauzi memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh peserta debat.

     "Saya atas nama Himpunan Hukum Tata Negara (HIMATARA) menyampaikan mohon maaf atas keteledoran waktu hingga membuat peserta menjadi kecewa". ujarnya.

     Lomba debat ini hanya diikuti oleh 10 Tim. Pada tahap penyisihan ada 5 kali pertandingan dengan Victory point. Pada tahap penyisihan tersebut, hanya 4 Tim bakal lanjut ke babak semifinal. Dimana 4 Tim yang lolos  adalah Tim DADING (Ayu Syavitri '19, Nesha Salsabilla '19, M. Hisyam '19), EJUSDEM GENERIS (Daeng Fadhil Akbar '19, Bhima Elsa Maulana '19, Habibur Rahman Nasution '19), FEAT JUSTICE (Sahrul '17, Mira Istiawanti '17, Reki Wahyudi '18) dan JUSTICE LAW (Novirahmayani '18, M. Rio Pratama '18, Alfarando '18).

     Pada saat pengundian babak semifinal Tim DADING berhadapan EJUSDEM GENERIS dengan mosi "Rektor Perguruan Tinggi Dipilih Oleh Presiden" pada posisi kontra. Kemudian Tim JUSTICE LAW berhadapan FEAT JUSTICE dengan mosi "Pemilihan Gubernur Oleh DPRD" pada posisi Pro.

     Atas kerja keras dan strategis yang tepat sehingga Tim DADING dan EJUSDEM GENERIS bisa maju ke babak final dengan jumlah point lebih tinggi dibanding dengan Tim FEAT JUSTICE dan JUSTICE LAW dengan Victory point.

     Pada tahap perebutan juara 3 Tim FEAT JUSTICE  kembali berhadapan JUSTICE LAW dengan mosi " Revisi RUU KUHP" pada posisi kontra. Tim FEAT JUSTICE berhasil melumpuhkan Tim JUSTICE LAW sehingga juara tiga (3) diperoleh Tim FEAT JUSTICE.
Sementara Tahap final antara Tim DADING kembali berhadapan EJUSDEM GENERIS dengan mosi " Wacana Jabatan Presiden 3 Periode" pada posisi kontra. Dengan bermodalkan kekompakan Tim dan strategis yang tepat, Tim DADING berhasil memenangkan pertandingan final yang sengit dengan perbedaan point sangat tipis. Sehingga menjadikan Tim DADING Juara satu (1) dalam debat konstitusi kali ini. Lalu, Nesha menjadi pendebat terbaik (Best Speaker). Ia tak menyangka semua ini akan terjadi.

     "Awalnya kami tidak mengekspektasikan bahwa kami akan juara, karna tujuan kami ikut hanya untuk mencari dan menambah pengalaman. Alhamdulillah ternyata kami keluar sebagai juara pertama dan best speaker, tentu saja ada rasa bahagia dan tidak menyangka, dikarenakan kami bersaing dengan kakak tingkat dari berbagai semester, dan tentu saja bersyukur telah mendapatkan juara". Ucapnya.

Dan Tim EJUSDEM GENERIS menduduki juara dua (2).

     Rasa bahagia yang disampaikan oleh berbagai Tim baik itu Tim juara 1, 2 maupun 3.

Salah satu dari juara 1 ialah ayu '19.
     "Saya tentu saja merasa bahagia atas prestasi yg kami raih bersama-sama, dimana disini kami selaku mahasiswa semester 1 yang masih mencari pengalaman dan masih belajar didalam dunia perdebatan. Jujur kami terharu dan tidak menyangka bisa meraih prestasi yang sangat membanggakan ini". Ucapnya.

Tak kalah saing juga dari salah satu juara 2 ialah Bima Elsa Maulana '19.        "kemenangan yang kami raih dalam lomba debat HIMATARA bukan lah suatu hal yang tak sangka dikarenakan melihat kualitas serta kuantitas dari para peserta yg sangat luar biasa, kemenangan kami merupakan suatu hal yang tak kami duga-duga". Sahutnya.

Kemudian Tim FEAT JUSTICE selaku Menempati juara ketiga dengan penulis sendiri Reki Wahyudi '18.
     "saya berharap kepada peserta debat konstitusi ini mudah-mudahan bisa bertemu dilain waktu
pada kompetisi lain".

     Wan Muhammad Afif-BUPATI HIMATARA mengucapkan bahwa yang menjadi pemenang adalah seluruh peserta debat yang ikut berpartisipasi.
     "Saya merasa berbahagia karena dapat menyelenggarakan kompetisi dengan lancar". Lanjutnya.

Sebelum panitia menutup acara debat ini ia mengucapkan terima kasih atas kontribusi semua pihak terkait dan memohon maaf bila ditemukan hal yang tidak berkenan selama proses kompetisi berlangsung. ujar Al Jauzi.

Penulis        : Reki Wahyudi (Anggota P3A HMI)
Semester    : 3

Senin, 09 Desember 2019

Pemimpin Selaku Desainer



Jika suatu Rumah tangga diibaratkan sebuah biduk, dan Negara diumpakan layaknya sebuah Kapal. Apabila demikan pertanyaan yang muncul adalah siapa sesungguhnya yang berperan terhadap kapal ini? Secara reflektif yang berperan ialah "Sang Kapten". Tetapi jika berkontenplasi sejenak, merenung, berpikir secara mendalam dan fundamental jawabanya adalah "sang navigator" sebab ia pula lah yang menentukan arah dan kemana kapal hendak berlayar.

Apabila demikian, maka "sang pengemudi" juga layak dinobatkan sebagai tuan peran terhadap kapal sebab ia adalah pengontrol kemana kapal atau barangkali "sang masinis" yang menjadi tulang punggung bergerak atau tidaknya sebuah kapal sebab ia pulalah yang menggerakkan kapal, lalu kemudian dipikirkan lagi masih ada "sang direktur sosial" yang memastikan bahwa setiap awak kapal supaya berfungsi sesuai tugas, pokok, dan fungsinya. Dilibatkan dan berkomunikasi.

Melihat kondisi ini sebetulnya ada yang tertutupi, ada pengambil peran yang tidak terlihat umum, peran yang kerap kali dilupakan, peranya yang mampu menggerakkan semua "sang fungsionaris kapal" tadi terkesan amat penting, krusial, dan menentukan arah gerak kapal.
Dialah "sang desainer" dari kapal yang selalu dan konsisten menjalankan peran kepemimpinan.

Tiada guna ketika sang kapten memerintahkan awak kapal untuk "belok tiga puluh derajat ke sisi kanan atau kiri" jika sang desainer pembuat kemudi kapal medesain kemudi kapal apabila belok membutuhkan waktu 5 jam atau bahkan 10 jam untuk belok ke kiri atau kanan sementara sesuatu yang akan berbenturan dengan kapal amatlah dekat.

Sang desainer mestilah memiliki kemampuan integratif sehingga dengan kemampuanya itu diharapkan mampu segala sesuatu yang terjadi bisa begerak secara praktis (mudah) dan kolektif.

Esensi dari pada sang desainer ialah merancang bagian-bagian yang cocok antara satu dengan yang lainya dan mampu bersinergi, bekerja sama sebagai satu kesatuan. Seorang desainer selalu konsisten memahami dan mempelajari keseluruhan.

Perhatian yang paling utama dari desainer adalah medesain gagasan-gagasan, ide-ide, konsep-konsep sehingga mampu menjadi ide-ide yang mengatur tujuan, visi, dan nilai-nilai yang hendak ditanamkan dalam rangka kemaslahatan umat dan bangsa.

Maka, mendesain organisasi adalah mendesain "Puzzle" satu persatu, mengatur bagian-bagian terpisah, bagian-bagian yang tercecer sehingga sedemikian itu terbentuk secara utuh.

Bersambung..

Minggu, 08 Desember 2019

Kegagalan PPRM Dalam Pelantikan BEM dan DEMA FH UIR



Rasa syukur kepada Allah SWT yang selalu tidak akan lupa kita ucapkan atas kesehatan serta rahmat dan keselamatan yang diberikan kepada kita selaku makhluk yang diciptakan. Atas kehendak-Nya pula tulisan ini sampai ketangan pembaca. Alhamdulillah.

Semoga pembaca sekalian senantiasa dalam keadaan sehat.

     Sudah lama menanti namun tak kunjung juga pelantikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Hukum Universitas Islam Riau diselenggarakan. Kemana PPRM, di balik semua ini ada apa?.

     Padahal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sudah memiliki kepengurusan yang baru dan begitu juga dengan Dewan Mahasiswa (DEMA)

Siapa yang bertanggung jawab?
     Seharusnya Panitia Pemilihan Raya Mahasiswa (PPRM) tingkat Fakultas harus menunaikan kewajibannya melaksanakan tugas dalam menyelenggarakan pelantikan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Hukum Universitas Islam Riau. Namun, kenyataan yang terjadi selama  dua bulan ini Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Dewan Mahasiswa (DEMA) tak kunjung dilantik.

     Pembaca yang baik, tulisan kali ini mengangkat persoalan tentang tidak selarasnya kerja PPRM dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga terlambatnya pelantikan BEM dan DEMA yang baru, mengakibatkan kinerja dari BEM dan DEMA saat ini tidak dapat menjalankan program kerja yang selama ini telah dibuat. Seolah-olah PPRM lepas tangan mengenai hal itu.

     PPRM terkesan cuek melihat persoalan ini. Jika PPRM mengalami beberapa kendala salah satunya kesibukan dari ketua ditambah lagi dengan kesibukan dari beberapa anggotanya, sehingga PPRM tidak dapat melaksanakan tugasnya menyelenggarakan pelantikan BEM dan DEMA tetapi apapun alasannya PPRM tetap harus menjalankan tugasnya karena ini merupakan suatu kewajiban bagi PPRM. Walaupun mereka mempunyai kesibukan tersendiri namun tetap harus mendahulukan kepentingan Fakultas  diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.


PPRM harus terus berusaha jangan sampai suatu penyesalan dan kegagalan menghampiri. Teruslah Tumbuh dan Berkarya!!!

penulis : Reki Wahyudi (Anggota P3A)

Kamis, 28 November 2019

Mahasiswa Menyiksa Orang Tua

walaupun orang tuaku jualan sayuran namun tak menjadi masalah baatku. Saya tak pernah keluh kesah terhadap kehidupan sebab kehidupan yang kita keluh kesahkan merupakan kehidupan orang lain inginkan. 
Nyatanya kita mampu memikirkan ide-ide yang cemerlang.




Apa Kabar Para Pembaca?
Semoga dalam keadaan sehat walafiat.......

     Mengamati dengan memberikan penilaian terhadap mahasiswa yang sungguh miris tidak mencerminkan ciri-ciri sebagai mahasiswa sesungguhnya.

     Hal ini terlihat bahwa mahasiswa lebih cenderung kepada hidup berhura-hura, nongkrong di kantin, kosan, nonton bioskop dengan pacarnya, bemalas-malasan, dan banyak lagi.

     Seharusnya selaku mahasiswa harus menjalankan fungsinya sebagai Agent of change yang nanti akan melakukan kegiatan-kegiatan dengan harapan agar dapat memberikan pembaruan terhadap masyarakat.

     Tidak hanya Agent of change namun juga sebagai Social of control dimana yang kita ketahui bahwa mahasiswa harus berkontribusi kepada masyarakat dengan memberikan solusi Ilmiah serta mampu untuk menghadapi berbagai macam masalah yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

     Berbicara tentang Mahasiswa merupakan hal yang sangat unik untuk mendiskusikannya, dimana semua mahasiswa sejatinya mempunyai kemampuan kritis hingga semua pihak takut akan hal itu. Kemampuan yang dimiliki harus bisa dipahami bagi mahasiswa yang dijadikan power kekuatan dalam menaggapi berbagai suatu persoalan. Namun kekritisan mahasiswa tersebut belum terdeteksi sebab jiwa kritis pada mahasiswa belum tumbuh.

     Realita yang terjadi pada saat ini banyak sekali mahasiswa yang apatis acuh tak acuh baik terhadap materi pelajaran maupun suatu kegiatan lainnya seperti Kuliah Pulang Kuliah Pulang (KUPU-KUPU). Pada saat proses belajar mengajar mahasiswa tersebut ada yang bermain HP(game dan selpy), cerita, tidur dan lain sebagainya. Sehingga materi yang disampaikan tidak tau apalagi paham apa yang disampaikan oleh dosen.

     Implikasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut tidak hanya menganiaya diri sendiri tetapi juga menyiksa kedua orang tua, misalnya tabiat mahasiswa yg suka bolos, menipu orang tua minta uang untuk bayar uang kuliah nyatanya tidak digunakan untuk itu akan tetapi untuk foya-foya, main-main ketika menjadi mahasiswa tidak peduli dengan kondisi orang tua yang susah di kampung yang selalu berdo'a agar anaknya kuliah lancar dan lain sebagainya. Kita harus mempunyai kesadaran betapa besar pengorbanan dari kedua orang tua. Jika kita bayangkan saja orang tua rela berhutang kesana kesini, makan secukupnya dengan lawuk pauk seadanya dan bahkan ia rela mempertaruhkan nyawa demi sang buah hati. Pada umumnya orang tua sangat jarang sekali menceritakan kesedihan yang ia alami karena ia tidak mau sang buah hati menjadi ikut sedih.

Apakah kita tetap akan seperti ini!!!

     Seandainya kedua orang tua kita mengetahui anaknya tidak pernah serius dalam kuliah maka tidak bisa kita bayangkan betapa kecewanya orang tua hingga meneteskan air mata yang penuh dengan kesedihan-kesedihan......

     "mengingat bahwa kuliah ini adalah suatu jalan terbesar untuk masa depan jadi seharusnya mahasiswa harus benar-benar serius dalam menjalaninya jangan di jadikan kuliah ini sebagai pelarian".

Penulis       : Reki Wahyudi
Semester   : 3
Jabatan      : HMI P3A
masih kaleng2🤣🤣

Jumat, 15 November 2019

Hiruk Pikuk Himpunanku


     Kemerdekaan bangsa Indonesia tidak terlepas dari campur tangan golongan muda, mulai dari diculiknya Soekarno dan Moh. Hatta, lengsernya Bung Karno, hingga tumbangnya rezim orde baru.


     Belum genap 2 tahun indonesia merdeka, di Yogyakarta didirikan Himpunan mahasiswa islam (HMI) oleh Prof. Lafran Pane, tepatnya pada 5 Februari 1947. Tidak sedikit kader umat dan bangsa yang dicetak oleh himpunan ini.


     Pada 1986 Rezim orde baru seakan memecah himpunan ini melalui UU Nomor 8 Tahun 1985 bahwa setiap organisasi harus berlandaskan pancasila, hal ini sangat bertentangan dengan dasar HMI yaitu Al-Qur'an dan hadis.


     Maret 1986 kongres HMI ke 16 di kota padang menjadi sejarah besar sepanjang berdirinya HMI, untuk mempertahankan himpunan ini azas islam digantikan dengan pancasila, lahirlah suatu perpecahan ditubuh HMI dengan dibentuknya HMI-MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) yang tetap berazaskan islam.


     Waktu berjalan, perpecahan tetap berlanjut, hanya berpikir "urus saja rumah masing-masing".
Sekarang, ditubuh HMI terdapat dualisme kepengurusan, Respiratori Saddam Al-Jihad ketua umum PB HMI diberhentikan melalui rapat harian MPK PB HMI. Selanjutnya juga melalui rapat harian MPK PB HMI, Arya Kharisma Hardy ditunjuk dan disumpah sebagai PJ Ketua Umum PB HMI.


     Perpecahan terus berlanjut, dualisme di PB HMI menjadi senjata kader-kader untuk melancarkan kepentingan di badan kordinasi dan juga cabang, alhasil dualisme tidak tehelakkan.


     Kita ini satu raga, kenapa didalam tubuh kita ini terdapat dua jiwa. Kader sibuk bertekak dirumahnya sendiri, mementingkan kepentingan kelompok sehingga tidak terlalu dalam kuku yang bisa ditancapkan, padahal masih banyak tugas dan fungsi kita sebagai mahasiswa yang belum terselesaikan.


     2020 mendatang kongres HMI akan dilaksanakan di Palembang, hari besar kader HMI se-Indonesia ini harus menjadi awal kebangkitan HMI, ini adalah momentum yang sangat tepat untuk rekonsiliasi nasional,  dualisme harus berakhir pada kongres ke 31 ini, kita doakan bersama semoga rekonsiliasi itu benar-benar terjadi dan dualisme akan berakhir, karna begitu banyak kader hijau hitam yg ingin berproses di himpunan ini, masih menggelegar semangat perjuangannya, peduli terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, berdamailah kanda, yunda.

Penulis     : Taufik hidayat ( Departemen PTKP )

Jumat, 25 Oktober 2019

Ayoo Mencoblos..!! : "Capresma dan Cawapresma Demi Hidupnya Demokrasi UIR 2019"



       Pemilihan Umum untuk memilih Capresma dan Cawapresma UIR yang akan diselenggarakan tanggal 30 Oktober 2019 tinggal menghitung hari. Pemilu merupakan suatu proses memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik. Oleh karena itu, bagi mahasiswa yang sudah memiliki hak suara di harapkan menggunakan suaranya demi terselenggaranya proses demokrasi di UIR.
     
       Suara mahasiswa berperan sangat penting demi perubahan dan kemajuan demokrasi di lingkungan UIR agar menjadi lebih baik kedepannya. Penulis mengajak seluruh mahasiswa untuk memilih sebagai bentuk kepedulian terhadap kemajuan UIR.

       "Himbauan dan dukungan saya terlebih kepada mahasiswa agar dia ikut memilih, supaya tergerak hatinya untuk tidak golput, " ujar Rahmat Kurniawan (salah satu mahasiswa penjaskesrek UIR).

       Sebagai agen of change, mahasiswa di tuntut bersama-sama menciptakan, mewujudkan pemilu dalam pemilihan Capresma dan Cawapresma nanti sebagai pemilu yang damai, rukun, berkualitas, beradab dan demokratis. Jangan sampai kita tampilkan ketegangan karena ini bukan perang.

       Mari menyongsong pemilu dalam pemilihan Capresma dan Cawapresma agar terlaksana secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

"Ingat, 30 Oktober 2019, hari pemilihan Capresma dan Cawapresma UIR 2019. ayoo ke TPS..!!!.

Penulis berharap kepada pemilih agar memilih pemimpin yang bersikap adil, profesional, mempunyai pengetahuan , pengalaman berorganisasi serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

Penulis     : REKI WAHYUDI
Semester : 3
Jurusan   : Ilmu Hukum

Minggu, 20 Oktober 2019

"Sukarelawan Mahasiswa Fakultas Hukum UIR"



       Tim sukarelawan FH yang terdiri dari 6 orang di antaranya yaitu Fius, Reki, Boi, Putra, andi, dan yudha. Beberapa hari yang lalu kami melakukan sebuah pekerjaan yang begitu sederhana dengan tidak mengharapkan upah atau imbalan dalam bentuk lain.

       Kesukarelawanan umumnya dianggap sebagai kegiatan altruistik di mana seorang individu atau kelompok memberikan layanan tanpa keuntungan finansial atau sosial "untuk menguntungkan orang lain, kelompok atau organisasi".

       Berawal dari  sebuah lingkungan yang mulai terlihat tak berseri, tak rapi dan tak tampak indah seperti biasanya. kami bukanlah sekelompok pengamat lingkungan!  Iya benar,  tapi kami sebagai agen of change, agen of control & agen of social yang kritis dalam menanggapi berbagai gejala politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Maka tak ada batasan bagi kami sebagai mahsiswa dalam mengamati dinamika globalisasi pada dunia ini baik dalam ruang lingkup besar maupun kecil.  
 
       Mahasiswa itu tidak hanya sekedar aktif di dalam bidang akademik namun juga harus berusaha untuk berperan di berbagai kegiatan seperti pembersihan untuk istana kita sendiri yaitu FH yang kita banggakan, benar kata para ahli jangan mengharapkan apa yang kamu terima, namun berusahalah apa yang kamu berikan.
Jangan kau tanyakan berapa rupiah yang kami dapatkan, tapi tanyakanlah kenapa kamu mau melakukannya?. Dan disaat itu juga aku akan mengajakmu untuk duduk bersama dan akan aku ceritakan betapa pentingya menjaga rumahku sendiri. "Ini lah yang kami jadikan prinsip oleh tim sukarelawan, ( ujar Reki, salah satu penggagas pergerakan Lingkungan Sehat di FH Uir).

       Sebagai gambaran baik maupun buruk tergantung dari sudut pandang mana orang menilainya. Hal ini kami tak peduli! intinya kami sangat senang sebab kami mengerjakan nya dengan sukarela karna kami hanya ingin FH yang berakreditasi ( tidak hanya dalam bidang akademik namun juga harus di imbangi oleh bidang kenyamanan melalui beberapa aspek, diantaranya( kebersihan lingkungan) yang membawa dampak sehat bagi masyarakat FH UIR.

       Namun apa yang terjadi berbanding terbalik terhadap sudut pandang Mahasiswa lain nya, mengapa tidak? Kegiatan sederhana tersebut mendapat tanggapan negatif dari berbagai mahasiswa dengan iming-iming  mendapatkan job dari pimpinan padahal itu tidak sama sekali. Banar kata aristoteles bahwa suatu perbuatan kecil akan mendapatkan tanggapan besar oleh masyarakat dan suatu perbuatan besar akan mendapatkan tanggapan sedikit oleh masyarakat.

       Padahal kami selaku tim sukarelawan bekerja tidak ada berdasarkan perintah namun hati kamilah yang ingin mengabdikan diri untuk kemajuan FH agar menjadi FH yang tidak hanya bermartabat namun juga ramah lingkungan.

penulis berharap kepada mahasiwa terkhususnya mahasiswa yang apatis dan mahasiswa yang aktif pada umumnya untuk mau meluangkan waktunya demi kenyamanan kita semua yaitunya dengan membersikan intana kita sendiri.....

Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada senior saya kanda Syahdi, afif, tahnia, dan sejawat saya yakni Yudha, Boi, serta putra. Atas berkat merekalah tulisan ini menjadi sangat berharga bagi penulis.

penulis : REKI WAHYUDI
semester : 3

Jumat, 18 Oktober 2019

"Dinamika Pemilihan Ketua Dema Fakultas Hukum UIR Periode 2019-2020"

  
Reki wahyudi


     Pemilihan ketua DEMA FH periode 2019-2020 ini sebenarnya sudah lama direncanakan namun tak kunjung Terealisasi. Hal ini disebabkan oleh, berbagai hambatan salah satunya kabut asap yang menyelimuti kota Pekanbaru yang berdampak buruk sehingga kegiatan perkuliahan diliburkan dalam jangka waktu tertentu.

       Sebagai KPU di tingkat FH, lantas apakah PPRM diam? Tidak, PPRM dengan begitu antusias berusaha menyiapkan acara pemilihan ketua DEMA ini. Benar kata pepatah usaha tak menghianati hasil, dalam waktu singkat PPRM menyelenggarakan acara ini  pada Tanggal 14 Oktober 2019 di ruang 1.08 lantai 1 FH dari jam 8.00  pagi hingga 20.00 WIB (malam). Sungguh  alangkah hidup demokrasi pada sidang beberapa hari yang lalu,  perdebatan ilmiah dengan penuh retorika dari tim sukses masing-masing kandidat. Mereka saling adu argument,  yang menjelma bak pantun berbalas. Lagi-lagi benar  kata orang "anak hukum itu identik dengan pandai berbicara namun harus berkualitas".

     "Logika tanpa logistik adalah anarkis" itu lah cuitan yang paling keras terdengar  ketika sidang pemilihan ketua DEMA FH  berlangsung dan di picu oleh permasalahan "bahwa calon ketua DEMA harus mempunyai pengalaman di DEMA ! " kemudian pihak 01 tidak menerima itu karna ia belum mempunyai pengalaman di DEMA namun dalam Daulah mahasiswa tidak di atur mengenai yang di opsikan salah satu pihak 02.

     Tahap pemilihan pada sidang tata tertib inilah yang di tunggu -tunggu oleh pemilih. Pemilih yang merupakan delegasi 1 orang per kelas dan 2 orang dari HMJ dengan jumlah suara sah 34 di mana pihak lexi(01) mendapatkan jumlah suara 12 sedangkan pihak Jeklin(02) memperoleh jumlah suara dalam pemilihan umum 22 artinya Jeklin terpilih sebagai pemenang dan di tetapkan ketua DEMA terpilih periode 2019-2020.

      Silahturahmi antar masing-masing pihak pun tak terputus begitu saja setelah ditetapkannya salah satu pihak sebagai pemenang yaitu saudara Jecklin. Kedua pihak pun menyatakan bersatu dan saling berjabat tangan sesama mereka agar semakin kuat dan eratnya serta tidak adanya permusuhan antar sesama mahasiswa hukum.

Penulis berharap untuk kedepannya dalam pemilihan ketua DEMA ini tidak ada lagi pemilihan dalam bentuk sidang sebab memberikan kesan yang buruk, dan penulis meminta agar pemilihan ini di laksanakan secara LUBER DAN JURDIL seperti halnya Pemira tanpa harus melalui sidang paripurna.

Mungkin hanya itu yang dapat penulis ungkapkan sesuai dengan pemikiran dan sikap yang sesuai dengan hati penulis. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari saudari Tania dan Cici Hamidah sehingga tulisan sederhana ini dapat di selesaikan dengan cukup baik.

besar harapan penulis sekiranya jika ada masukan dan kritikan yang membangun dan penulis dengan senang hati untuk berlapang dada serta senantiasa membuka tangan. 
Sekian dan terima kasih.

penulis : REKI WAHYUDI
semester : 3

Minggu, 29 September 2019

Dinamika perjalanan RUU KUHP


Reki wahyudi - Departemen P3A HMI Komisatiat Hukum UIR.

Indonesia sudah 74 tahun mendeklarasikan diri sebagai bangsa yang merdeka, bebas dari pikiran dan tindakan kolonialisme. Namun kenyataannya masih ditemukan banyak hukum Negeri penjajah berlaku di sini. Seperti KUHP yang merupakan warisan pemerintah Hindia Belanda.

Bangsa Indonesia harus melihat perubahan zaman dengan memperhatikan agar sesuai dengan politik, keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang bertujuan menghormati dan menjunjung tinggi HAM, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga RUU KUHP diperlukan untuk menghadapi zaman sekarang dan masa mendatang.

Di Belanda hukum pidana terus berkembang dengan pesat mengikuti perubahan teknologi yang semakin canggih dan luasnya pola hubungan masyarakat. Hal ini menyebabkan perubahan KUHP di Nederland dilakukan setiap tahun, sehingga KUHP mereka tetap menjadi modern walaupun umurnya sudah lebih dari satu abad. Lain halnya di Indonesia, dengan KUHP yang sudah ketinggalan zaman, maka menjamurlah UU di luar KUHP, sehingga akibatnya adalah perundang-undangan pidana menjadi rancu, tumpang tindih, dan saling bertentangan.

Rancangan KUHP yang sudah disusun lebih dari setengah abad, tetapi tidak kunjung dibahas DPR karena banyaknya perbedaan pendapat. Kita tahu bahwa dalam hukum, pendapat sesama sarjana hukum bisa berbeda-beda. Maka prinsip-prinsip yang akan dijadikan semangat dalam KUHP baru juga sering berubah-ubah prosesnya selama ini. Akibatnya adalah perjalanan perancangan dan penyusunan draf pertama hingga draf yang kabarnya sampai hari ini masih terus intensif dibahas memang tidak selalu mulus.

Hal ini dapat dilihat dari sejarah singkat dalam RUU KUHP Sejak tahun 1963 lalu digelar seminar hukum nasional satu di Semarang dan seminar inilah awal dari sejarah pembaharuan KUHP di Indonesia di mana setahun kemudian mulai dirumuskan oleh tim pemerintah, namun konsep serta perumusan RUU KUHP ini berjalan lambat di mana dari tahun 1963 hingga 2015. Pada tahun 2015 presiden Jokowi mengeluarkan surat presiden pada 5 Juni 2015 mengenai kesiapan pemerintah dalam pembahasan KUHP ini. Pada tahun 2016 ada beberapa pasal yang pending pembahasannya namun puncaknya ini pada tahun 2019 di mana komisi III DPR RI dan pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM akhirnya mencapai kata sepakat terkait RUU KUHP di mana seluruh anggota komisi III yang hadir dalam rapat menyatakan sepakat. Jadi fit Indonesia akan memiliki KUHP karya anak bangsa. 

Walaupun sempat untuk segera disahkan, setidaknya masih ada beberapa polemik, sebutlah pengaturan tindak pidana kesusilaan(Zina, Kumpul Kebo, Pencabulan, dan Pelecehan), pemberlakuan hukum adat yang berhadapan dengan asas Legalitas pidana, penghinaan terhadap presiden dan tindak pidana makar, pemberlakuan hukuman mati, serta masuknya tindak pidana khusus seperti Korupsi dan Narkotika 

RUU KUHP bukan hanya supaya Mengganti Kitab lama menjadi Kitab baru, tetapi untuk merangkum usaha pembaharuan hukum pidana nasional yang berorientasi nilai. Prof. Barda Nawawi Arief (2011 : 29).

Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat dan kritikan yang membangun dan cermat akan diterima dengan senang hati.

Penulis : Reki Wahyudi (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Riau) Semester 3

Selasa, 24 September 2019

Gubernur Lamban Atasi Karhutla, Kabut Asap Tak Kunjung Selesai



Reki Wahyudi Departemen P3A HMI Komisariat Hukum UIR.

            Pangkalan kerinci -Terhitung, sudah (15) hari kabut asap tebal menyelimuti Kabupaten Pelalawan. Hari pertamanya kabut asap terjadi pada hari senin (2/9/2019) dan sekarang senin (16/9/2019). Dari hari ke hari asap semakin berbahaya. Dari data ISPU (Index Standar Pencemaran Udara) Riau menunjukkan bahwa udara sudah berbahaya bagi manusia.
            Kabut asap terjadi akibat dari pembakaran hutan dan lahan (Karhutla) untuk membuka area kelapa sawit oleh masyarakat/perusahaan secara liar berdampak buruk bagi kesehatan, pendidikan, ekonomi, dll.
            Terutama karhutla ini terjadi di wilayah Provinsi Riau berdampak pada kualitas udara dengan kategori sedang hingga sangat tidak sehat terpantau di beberapa titik. Data rekapitulasi P3E Sumatra KLHK dan Dinas LHK Riau mencatat, Index Standar Pencemaran Udara (ISPU) tertinggi di wilayah Pekanbaru 269, Dumai 170, Rokan Hilir 141, Siak 125, Bengkalis 121, dan Kampar 113 sepanjang pukul 07.00-15.00 WIB.
             Luas lahan terbakar akibat karhutla di wilayah Riau menurut catatan BNPB yaitu seluas 49.266 hektar. Terdiri atas lahan gambut 40.553 ha dan mineral 8.713 ha. Karhutla yang masih terus berlangsung mengakibatkan dampak yang luas. Selain kerusakan lingkungan dan kesehatan juga aktivitas kehidupan warga masyarakat.
              Berdasarkan data BMKG Stasion Pekanbaru, jarak pandang pada sabtu pagi mencapai 1,5 kilometer. Daerah lain di Riau juga masih diselimuti asap, seperti Kabupaten Pelalawan jarak pandang hanya 800 meter, Rengat 300 meter, sedangkan di kota Dumai relatif membaik karena jarak pandang sampai 2 kilometer.
               Penulis menilai bahwa bencana akan lama karena jumlah lahan dan titik banyak, Aparatur kurang, Teknologi boleh dikatakan tak begitu ada, penegakkan hukum apalagi”.
                Kepada Gubernur kami sampaikan tolong tegas kepada perusahaan yang jelas lahannya terbakar untuk di berikan sanksi”.
                 Jika di pandang dari sudut sosiologi hukum, hukum secara normative dianggap gagal mengendali gejala sosial yang tengah terjadi di lingkungan masyarakat mengenai karhutla yang menimbulkan kabut asap dan berakibat buruk bagi penduduk.
                 Penulis mengimbau masyarakat harus sadar, penggunaan masker ini untuk mencegah agar tidak terkena penyakit ISPA termaksud paru-paru.
                Pemerintah telah gagal dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa karena menghambat proses di bidang pendidikan.

   Semoga Tuhan yang maha Esa melindungi warga maupun penduduk Riau dan Semoga bencana ini segera berlalu. Amin yra.

Penulis : Reki Wahyudi
Pembantu : Syahdi, SH


Senin, 23 September 2019

Selayang Pandang:
“Pelaku KARHUTLA, Pantaskah Hukuman Mati atau Tidak ?”
 Kategori : Tulisan 
 Penulis : Ridho Imam Ashari 
Kanda Ridho Imam Ashari, Demisioner Kabid P3A HmI Komisariat Hukum UIR

Bismillahirrohmanirrohim

Tulisan ini berawal dari kegelisan penulis atas terjadinya kebakaran hutan khususnya di Provinsi Riau yang telah menelan korban bahkan anak bayi yang baru lahir. Pantas jika penulis memulai tulisan ini dengan sebuah pameo Belanda yang artinya: “Seseorang pencuri kuda tidak digantung karena ia mencuri kuda itu, tetapi ia digantung agar orang lain tidak ikut mencuri kuda orang lain”.

Kebakaran hutan, lagi-lagi ini mendapat sorotan setiap tahunnya setelah berdampak bagi kesehatan masyarakat. Lantas, wajar saja jika kita berfikir siapa yang akan mendapatkan keuntungan besar dari kejatahan yang telah mendzholimi mahkluk yang ada dimuka bumi ini?? Karena, menurut pernyataan Kepala BNPB karhutla terjadi karena ulah tangan manusia (human). Wajar juga kita berfikir ulah tangan manusia yang mana?? ulah tangan manusia yang disuruh perusahaan swasta (korporasi) atau ulah tangan perorangan??. Maka tak mengherankan ketika Presiden Jokowi berkunjung ke Riau ia mengatakan “Kejahatan Karhutla ini kejahatan terorganisir”.

Untuk menjawab pertanyaan diatas, opini ini tidak hanya berlandaskan pada hukum positif nasional, terutama konstitusi (UUD 1945) yang merupakan konsetrasi penulis, namun juga hukum-hukum agama. Hukum nasional digunakan karena Indonesia negara yang merdeka, termasuk merdeka dalam berhukum. Sedangkan hukum agama digunakan karena kebenaran dalam agama merupakan kebenaran absolut yang berasal dari tuhan. Agar tidak dikatakan subjektif, penulis tidak hanya mengutip ayat Al-qur’an tetapi juga ayat Injil.

Hukum Positif Nasional & Hukum Agama

Salah satu alasan mengapa pegiat HAM menolak hukuman mati adalah karena hukuman mati di negara-negara lain sudah dihapuskan. Apakah begitu kerangka berfikir dalam berhukum?? Perlu kita renungkan salah satu aliran utama dalam filsafat hukum, yaitu ajaran historis dari Carl von Savigny bahwa “.... karena hukum itu bersumber dari volgeist (jiwa bangsa). Oleh karena jiwa dari setiap bangsa berbeda-beda, maka hukum dan semua unsur yang terkandung didalamnya pun berbeda antara hukum bangsa satu dengan bangsa lainnya”.   

Terlepas dari itu, sebagai bangsa yang berdaulat, negara yang merdeka, kita harus berani berdiri diatas kaki sendiri dengan menguatkan kepastian hukum yang lebih tegas dan berat tidak hanya berbentuk sanksi administratif maupun pidana penjara bagi pelaku kejahatan karhutla yang terutama pelaku nya adalah Korporasi. karena menurut konstitusi UUD 1945 Pasal 28H yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Atas dasar konstitusi inilah negara seharusnya membuat kepastian hukum yang lebih berat seperti hukuman mati yang tidak takut atas tekanan korporasi yang rakus.

Jika dikaji lebih dalam negara harus mengeluarkan uang puluhan miliar untuk memadamkan api dengan mengkerahkan puluhan helikopter dan puluhan ton garam untuk memodifikasi hujan buatan. Tak terbayangkan Negara harus mengeluarkan uang puluhan miliar, rakyat disengsarakan asap ulah pengusaha (korporasi) yang rakus. Melihat dampak global dari kebakaran hutan dan lahan ini wajar saja seharusnya (pelaku) dihukum mati saja.

Kalau pegiat HAM yang kontra terhadap hukuman mati, yang beranggapan bahwa mencabut nyawa adalah hak Tuhan. Apakah begitu?

Di dalam Qur’an Surat Al-Maidah ayat (33), ”Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar”.

Sedangkan di dalam Injil, Bilangan 35:16-18 disebutkan bahwa ”Pembunuh sudah pasti harus dibunuh”.

Dengan demikian, seharusnya pemeritah daerah maupun pemerintah pusat harus membuat suatu peraturan yang tegas dan berat bagi pelaku kejahatan karhutla ini karena berjuta umat manusia terdzholimi akibat keuntungan dari kejahatan besar, agar peristiwa ini tidak terjadi setiap tahun yang dapat menelan korban. Didalam agama juga hukuman mati dapat dibenarkan, bukankah sebaik-baiknya hukum adalah hukum Tuhan ??

Berdasarkan paparan di atas baik secara hukum nasional dan hukum agama, kebijakan suatu pemerintah daerah maupun Presiden menerbitkan peraturan yang berat agar korporasi atau pelaku usaha yang terjerat karhutla mendapat hukuman setimpal, hal ini dimaksudkan agar menjadi pembelajaran bagi yang lain agar tidak bermain api dengan yang namanya pembakaran hutan dan lahan. Karena peristiwa ini bukanlah Suatu Bencana tetapi Terencana. 

Penulis: Ridho Imam Ashari.
Demisioner Ketua Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota HmI Komsat Hukum UIR