SELAMAT DATANG DIBLOG RESMI HMI KOMISARIAT HUKUM UIR, TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI...!!!

Senin, 23 September 2019

Selayang Pandang:
“Pelaku KARHUTLA, Pantaskah Hukuman Mati atau Tidak ?”
 Kategori : Tulisan 
 Penulis : Ridho Imam Ashari 
Kanda Ridho Imam Ashari, Demisioner Kabid P3A HmI Komisariat Hukum UIR

Bismillahirrohmanirrohim

Tulisan ini berawal dari kegelisan penulis atas terjadinya kebakaran hutan khususnya di Provinsi Riau yang telah menelan korban bahkan anak bayi yang baru lahir. Pantas jika penulis memulai tulisan ini dengan sebuah pameo Belanda yang artinya: “Seseorang pencuri kuda tidak digantung karena ia mencuri kuda itu, tetapi ia digantung agar orang lain tidak ikut mencuri kuda orang lain”.

Kebakaran hutan, lagi-lagi ini mendapat sorotan setiap tahunnya setelah berdampak bagi kesehatan masyarakat. Lantas, wajar saja jika kita berfikir siapa yang akan mendapatkan keuntungan besar dari kejatahan yang telah mendzholimi mahkluk yang ada dimuka bumi ini?? Karena, menurut pernyataan Kepala BNPB karhutla terjadi karena ulah tangan manusia (human). Wajar juga kita berfikir ulah tangan manusia yang mana?? ulah tangan manusia yang disuruh perusahaan swasta (korporasi) atau ulah tangan perorangan??. Maka tak mengherankan ketika Presiden Jokowi berkunjung ke Riau ia mengatakan “Kejahatan Karhutla ini kejahatan terorganisir”.

Untuk menjawab pertanyaan diatas, opini ini tidak hanya berlandaskan pada hukum positif nasional, terutama konstitusi (UUD 1945) yang merupakan konsetrasi penulis, namun juga hukum-hukum agama. Hukum nasional digunakan karena Indonesia negara yang merdeka, termasuk merdeka dalam berhukum. Sedangkan hukum agama digunakan karena kebenaran dalam agama merupakan kebenaran absolut yang berasal dari tuhan. Agar tidak dikatakan subjektif, penulis tidak hanya mengutip ayat Al-qur’an tetapi juga ayat Injil.

Hukum Positif Nasional & Hukum Agama

Salah satu alasan mengapa pegiat HAM menolak hukuman mati adalah karena hukuman mati di negara-negara lain sudah dihapuskan. Apakah begitu kerangka berfikir dalam berhukum?? Perlu kita renungkan salah satu aliran utama dalam filsafat hukum, yaitu ajaran historis dari Carl von Savigny bahwa “.... karena hukum itu bersumber dari volgeist (jiwa bangsa). Oleh karena jiwa dari setiap bangsa berbeda-beda, maka hukum dan semua unsur yang terkandung didalamnya pun berbeda antara hukum bangsa satu dengan bangsa lainnya”.   

Terlepas dari itu, sebagai bangsa yang berdaulat, negara yang merdeka, kita harus berani berdiri diatas kaki sendiri dengan menguatkan kepastian hukum yang lebih tegas dan berat tidak hanya berbentuk sanksi administratif maupun pidana penjara bagi pelaku kejahatan karhutla yang terutama pelaku nya adalah Korporasi. karena menurut konstitusi UUD 1945 Pasal 28H yang berbunyi “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Atas dasar konstitusi inilah negara seharusnya membuat kepastian hukum yang lebih berat seperti hukuman mati yang tidak takut atas tekanan korporasi yang rakus.

Jika dikaji lebih dalam negara harus mengeluarkan uang puluhan miliar untuk memadamkan api dengan mengkerahkan puluhan helikopter dan puluhan ton garam untuk memodifikasi hujan buatan. Tak terbayangkan Negara harus mengeluarkan uang puluhan miliar, rakyat disengsarakan asap ulah pengusaha (korporasi) yang rakus. Melihat dampak global dari kebakaran hutan dan lahan ini wajar saja seharusnya (pelaku) dihukum mati saja.

Kalau pegiat HAM yang kontra terhadap hukuman mati, yang beranggapan bahwa mencabut nyawa adalah hak Tuhan. Apakah begitu?

Di dalam Qur’an Surat Al-Maidah ayat (33), ”Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar”.

Sedangkan di dalam Injil, Bilangan 35:16-18 disebutkan bahwa ”Pembunuh sudah pasti harus dibunuh”.

Dengan demikian, seharusnya pemeritah daerah maupun pemerintah pusat harus membuat suatu peraturan yang tegas dan berat bagi pelaku kejahatan karhutla ini karena berjuta umat manusia terdzholimi akibat keuntungan dari kejahatan besar, agar peristiwa ini tidak terjadi setiap tahun yang dapat menelan korban. Didalam agama juga hukuman mati dapat dibenarkan, bukankah sebaik-baiknya hukum adalah hukum Tuhan ??

Berdasarkan paparan di atas baik secara hukum nasional dan hukum agama, kebijakan suatu pemerintah daerah maupun Presiden menerbitkan peraturan yang berat agar korporasi atau pelaku usaha yang terjerat karhutla mendapat hukuman setimpal, hal ini dimaksudkan agar menjadi pembelajaran bagi yang lain agar tidak bermain api dengan yang namanya pembakaran hutan dan lahan. Karena peristiwa ini bukanlah Suatu Bencana tetapi Terencana. 

Penulis: Ridho Imam Ashari.
Demisioner Ketua Bidang Penelitian, Pengembangan dan Pembinaan Anggota HmI Komsat Hukum UIR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daerah bebas berekpresi...!!! Silakan berkomentar semaunya asal tidak mengandung unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan), Komentar yang mengandung Unsur SARA akan dihapus.

TTD

REKI WAHYUDI
Admin Blog HmI Hukum UIR