SELAMAT DATANG DIBLOG RESMI HMI KOMISARIAT HUKUM UIR, TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI...!!!

Selasa, 12 Mei 2020

Pembebasan Narapidana dan Anak Lewat Asimilasi dan Integrasi





                         OLEH : REKI WAHYUDI
SEMESTER : 4
HMI P3A


     Pada 30 Maret 2020 pemerintah menerbitkan Peraturan Kementerian Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Tujuan pembebasan ini khususnya sebagai upaya penyelamatan terhadap narapidana dan anak di Lapas/LPKA/Rutan yang sangat rentan terhadap penyebaran dan penularan Covid-19. Untuk itu upaya tersebut perlu dilaksanakan agar dapat mengurangi Overcrowded yang tidak dimungkinkan untuk Physical Distancing di Lapas/LPKA/Rutan yang sudah melebihi daya tampung sebenarnya. Sebelum membahas pemberian asimilasi dan hak integrasi, kami akan menjelaskan terlebih dahulu bahwa pemberian asimilasi merupakan proses pembinaan narapidana dan anak yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak dalam kehidupan masyarakat sedangkan pemberian integrasi adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat. Pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak dilaksanakan di rumah dibawah pengawasan dan pembimbingan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Pembebasan bagi narapidana dan anak dalam kehidupan masyarakat dilakukan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

     Perlu diketahui bahwa Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 Tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 itu tidak terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal ini telah disampaikan oleh Yasonna H. Laoly kepada anggota komisi III DPR RI. Ketentuan pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak berdasarkan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut : (a) Narapidana yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; (b) Anak yang ½ masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; (c) Narapidana dan Anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012; dan (d) Tidak sedang menjalani subsidair dan bukan Warga Negara Asing (WNA).

     Sementara ketentuan bagi narapidana dan anak yang dapat diberikan asimilasi dan hak integrasi serta syarat pemberian asimilasi dan integrasi telah termaktub dalam Peraturan Kementerian Hukum dan HAM No. 10 Tahun 2020.

Pasal 2
Narapidana yang dapat diberikan asimilasi dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu enam (6) bulan terakhir;
b.      aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
c.       telah menjalani ½ (satu perdua) masa pidana.

Pasal 3
Anak yang dapat diberikan asimilasi dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 3 bulan terakhir;
b.      aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
c.       telah menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan.

Pasal 4
Syarat pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak yang harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

a.       fotocopy kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
b.      bukti telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan atau melaksanakan subsidaer pengganti denda dijalankan dirumah dalam pengawasan oleh Kejaksaan dan Balai Pemasyarakatan;
c.       laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala Lapas;
d.      salinan register F dari Kepala Lapas;
e.       salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas; dan
f.       surat pernyataan dari narapidana tidak akan melarikan diri dan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum.

pasal 9
Narapidana yang dapat diberikan hak integrasi (pembebasan besryarat dan cuti menjelang bebas) dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga), dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (Sembilan) bulan;
b.      berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (Sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua pertiga) masa pidana;
c.       telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
d.      masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.

Pasal 10
Narapidana yang dapat diberikan hak integrasi (pemberian cuti bersyarat) dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga), dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut paling sedikit 6 (enam) bulan;
b.      berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 6 (enam) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua pertiga) masa pidana;
c.       telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
d.      masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.

Pasal 11
Anak yang sedang menjalani pidana penjara di LPKA yang dapat diberikan hak integrasi (pembebasan bersyarat) dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       telah menjalani masa pidana paling sedikit ½ (satu perdua)  masa pidana;
b.      berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal ½ (satu perdua) masa pidana.

Pasal 12
Pemberian hak integrasi (pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat) sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal pasal 10 dan pasal 11 harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

a.       fotocopy kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
b.      laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh kepala Lapas/LPKA;
c.       salinan register F dari kepala Lapas/LPKA;
d.      salinan daftar perubahan dari Lapas/LPKA; dan
e.       surat pernyataan narapidana/anak tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum.

     Artinya narapidana dan anak yang mendapatkan hak asimilasi dan integrasi tersebut memang mereka yang telah memenuhi kualifikasi. Bukan asal membebaskannya. untuk itu, masyarakat diminta agar memberikan kepercayaan kepada pemerintah atas tindakannya yang telah memperhitungkan sedemikian matang. Suatu langkah kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah menjamin keselamatan para narapidana dan anak dari potensi terkena wabah Covid-19 yang bisa menginfeksi Lapas. Megingat Overcrowded di Lapas tidak memungkinkan narapidana dan anak melakukan Physical Distancing.

     Pemebebasan lewat pemberian asimilasi dan hak integritas kepada narapidana yang telah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidananya dan bagi anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) masa pidananya yang jatuh tanggal 1 April 2020 hingga 31 Desember 2020 dapat mengefisiensi anggaran sebab segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikiul oleh negara. kemudian dengan adanya program pembebasan ini, maka anggaran yang sedianya dipergunakan untuk keperluan dan kebutuhan narapidana dan anak dapat dialihkan untuk pencegahan Covid-19. Selanjutnya pengawasan pembebasan ini belum tentu efektif bila hanya dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk itu diperlukan pengawasan dari berbagai pihak. Seperti pihak kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban selama Covid-19 sebagaimana yang telah Kapolri Idham Aziz menerbitkan Telegram No. ST/1238/IV/OPS.2/2020. Tidak hanya itu, partisipatif masyarakat tentu juga memiliki peran yang besar  dalam pengawasan narapidana yang telah dibebaskan. Masyarakat dapat melaporkan kepada kepolisian setempat apabila menemukan narapidana yang dibebaskan selama masa covid-19 yang mencoba kembali melakukan tindak pidana yang dapat mengakibatkan terjadinya keresahan warga sekitar. keberhasilan dari kebijakan pemerintah ini dapat diwujudkan dengan adanya pihak-pihak saling bahu-membahu dan bersatu padu menjadi satu-kesatuan untuk bekerja sama, terutama selama covid-19 ini.

Bagaimana bagi narapidana yang sudah diberikan asimilasi dan hak integrasi kembali melakukan perbuatan melanggar hukum?

Mentri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly  menegaskan bagi narapidana yang telah dibebaskan berdasarkan peraturan Menteri ini, jika berbuat tindak pidana lagi, akan dimasukan Straf Cell (sel pengasingan) dan diproses kembali dengan tindak pidana baru yang ia lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daerah bebas berekpresi...!!! Silakan berkomentar semaunya asal tidak mengandung unsur SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan), Komentar yang mengandung Unsur SARA akan dihapus.

TTD

REKI WAHYUDI
Admin Blog HmI Hukum UIR