SELAMAT DATANG DIBLOG RESMI HMI KOMISARIAT HUKUM UIR, TERIMAKASIH TELAH MENGUNJUNGI...!!!

Sabtu, 10 Oktober 2020

Omnibus Law Buat Siapa

Ketika sebuah lembaga tinggi negara legislatif (DPR) dan Eksekutif (Presiden) telah dipilih dan dipercayai untuk membuat keputusan penting. Apa yang disebut pemerintah tidak dapat mengambil satu langkah tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dewan umum. Sebagai negara menganut sistem demokrasi, keputusan tertinggi tidak pernah berada ditangannya, tetapi di tangan mayoritas Parlemen. Hal ini membuktikan keputusan selalu dibuat oleh mayoritas. Namun sayang hanya sekedar Fraksi kecil dari segolongan orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang masalah yang akan dibahas. Katakanlah, masalah tentang disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja melalui konsep Omnibus Law. Sehingga hak individu di desak untuk mengambil posisi mengikuti kebijakan mayoritas yang benar-benar tidak sesuai dengannya. Sistem seperti ini dengan perlahan menghancurkan karakternya. Jika ditinjau secara substantif UU Cipta Kerja mengandung unsur yang menghianati atau telah memperkosa kepentingan rakyat khusnya para buruh. Untuk mengetahui secara lebih jauh, penulis akan menjelaskan beberapa perbedaan UU Cipta Kerja dengan Ketentuan sebelumnya (Undang-Undang Ketenagakerjaan). Pertama, terkait masalah pesangon yang terlihat lemah. Salah satunya uang penggantian hak ditiadakan sementara jelas dalam ketentuan sebelumnya diatur dalam pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kedua, masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat menciderai hak buruh. Salah satunya status kerja yang mana pekerja tersebut dapat menjadi pekerja kontrak seumur hidup sementara aturan sebelumnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal 2 tahun, lalu boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun (pasal 59 UUK). Ketiga, tenaga kerja asing dikasih angin dalam bekerja sebagai pekerja di negeri tercinta ini. Dapat kita lihat pada (pasal 43 dan pasal 44 UU Cipta Kerja) yang lebih mudah dibandingkan dengan pasal 42 ayat (1), pasal 43 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) yang lebih ketat. Keempat, masalah upah. Meniadakan Upah Minimum Sectoral Kabupaten/Kota (UMSK) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), sehingga peraturan Upah hanya berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Padahal dalam UUK "setiap wilayah diberikan hak untuk menetapkan kebijakan Upah Minimum mereka sendiri baik di tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya (Pasal 89 UUK). Hal ini menunjukkan secara perlahan menuju pemerintahan yang sentralistik dan secara tidak langusung telah menangguhkan Konstitusi (Pasal 18 UUD 1945). Terlihat jelas bahwa memang hak buruh hasil produk UU Cipta Kerja telah tampak ada perusakan hati nurani para buruh. Jika kekuasaan pemerintah telah mengarah menuju kerusakan, maka pemberontakan bukan hanya hak setiap rakyat tetapi juga kewajibannya. Menandakan UU Cipta Kerja tersebut keberpihakan terhadap segelintir kelompok semata. Artinya UU tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan. Maka patut dan selayaknya sejumlah elemen masyarakat umumnya serta menarik simpati para aktivis intelektual menyerukan aksi pemberontakan "Tolak UU Cipta Kerja Melalui Konsep Omnibus Law". Demi rakyat Indonesia, Telah banyak para pejuang demokrasi yang membahayakan dirinya ditengah pandemi Covid-19 dan banyak pula yg bercucuran darah saat menyuarakan hak rakyat dan buruh, semoga pemerintah dan DPR membayarnya dengan mendengar suara rakyat, sudah sepatutnya pemerintah dan DPR serta lembaga tinggi negara berbuat untuk rakyat bukan sebaliknya. Pemberontakan dalam hal ini, tidak melawan bangsa dan tidak melawan negara, melainkan pemberontakan untuk melawan tindakan pemerintahan yang dalam keyakinan mereka menyebabkan kerusakan pada bangsa sendiri. Wahai para DPR yang terhormat, rakyatmu memilih tuan melalui jalur politik yang sering disebut dengan pemilu seusai itu kau tinggalkan mereka! Namun lucu pada saat rakyat ingin memberhentikan tuan dari jabatan politik harus melalui hukum. Ingat para pejabat doa rasulullah untuk mu "Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia." (HR Muslim dan Ahmad).

Omnibus Law Buat Siapa

Ketika sebuah lembaga tinggi negara legislatif (DPR) dan Eksekutif (Presiden) telah dipilih dan dipercayai untuk membuat keputusan penting. Apa yang disebut pemerintah tidak dapat mengambil satu langkah tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dewan umum. Sebagai negara menganut sistem demokrasi, keputusan tertinggi tidak pernah berada ditangannya, tetapi di tangan mayoritas Parlemen. Hal ini membuktikan keputusan selalu dibuat oleh mayoritas. Namun sayang hanya sekedar Fraksi kecil dari segolongan orang yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang masalah yang akan dibahas. Katakanlah, masalah tentang disahkannya Undang-Undang Cipta Kerja melalui konsep Omnibus Law. Sehingga hak individu di desak untuk mengambil posisi mengikuti kebijakan mayoritas yang benar-benar tidak sesuai dengannya. Sistem seperti ini dengan perlahan menghancurkan karakternya. Jika ditinjau secara substantif UU Cipta Kerja mengandung unsur yang menghianati atau telah memperkosa kepentingan rakyat khusnya para buruh. Untuk mengetahui secara lebih jauh, penulis akan menjelaskan beberapa perbedaan UU Cipta Kerja dengan Ketentuan sebelumnya (Undang-Undang Ketenagakerjaan). Pertama, terkait masalah pesangon yang terlihat lemah. Salah satunya uang penggantian hak ditiadakan sementara jelas dalam ketentuan sebelumnya diatur dalam pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan. Kedua, masalah pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat menciderai hak buruh. Salah satunya status kerja yang mana pekerja tersebut dapat menjadi pekerja kontrak seumur hidup sementara aturan sebelumnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal 2 tahun, lalu boleh diperpanjang kembali dalam waktu 1 tahun (pasal 59 UUK). Ketiga, tenaga kerja asing dikasih angin dalam bekerja sebagai pekerja di negeri tercinta ini. Dapat kita lihat pada (pasal 43 dan pasal 44 UU Cipta Kerja) yang lebih mudah dibandingkan dengan pasal 42 ayat (1), pasal 43 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) yang lebih ketat. Keempat, masalah upah. Meniadakan Upah Minimum Sectoral Kabupaten/Kota (UMSK) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), sehingga peraturan Upah hanya berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP). Padahal dalam UUK "setiap wilayah diberikan hak untuk menetapkan kebijakan Upah Minimum mereka sendiri baik di tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya (Pasal 89 UUK). Hal ini menunjukkan secara perlahan menuju pemerintahan yang sentralistik dan secara tidak langusung telah menangguhkan Konstitusi (Pasal 18 UUD 1945). Terlihat jelas bahwa memang hak buruh hasil produk UU Cipta Kerja telah tampak ada perusakan hati nurani para buruh. Jika kekuasaan pemerintah telah mengarah menuju kerusakan, maka pemberontakan bukan hanya hak setiap rakyat tetapi juga kewajibannya. Menandakan UU Cipta Kerja tersebut keberpihakan terhadap segelintir kelompok semata. Artinya UU tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan. Maka patut dan selayaknya sejumlah elemen masyarakat umumnya serta menarik simpati para aktivis intelektual menyerukan aksi pemberontakan "Tolak UU Cipta Kerja Melalui Konsep Omnibus Law". Demi rakyat Indonesia, Telah banyak para pejuang demokrasi yang membahayakan dirinya ditengah pandemi Covid-19 dan banyak pula yg bercucuran darah saat menyuarakan hak rakyat dan buruh, semoga pemerintah dan DPR membayarnya dengan mendengar suara rakyat, sudah sepatutnya pemerintah dan DPR serta lembaga tinggi negara berbuat untuk rakyat bukan sebaliknya. Pemberontakan dalam hal ini, tidak melawan bangsa dan tidak melawan negara, melainkan pemberontakan untuk melawan tindakan pemerintahan yang dalam keyakinan mereka menyebabkan kerusakan pada bangsa sendiri. Wahai para DPR yang terhormat, rakyatmu memilih tuan melalui jalur politik yang sering disebut dengan pemilu seusai itu kau tinggalkan mereka! Namun lucu pada saat rakyat ingin memberhentikan tuan dari jabatan politik harus melalui hukum. Ingat para pejabat doa rasulullah untuk mu "Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia." (HR Muslim dan Ahmad).

Sabtu, 06 Juni 2020

Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila




                  OLEH : REKI WAHYUDI

                          SEMESTER : 4

Haluan Ideologi Pancasila (HPI) menjadi dasar petunjuk bagi seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan social dengan asas kekeluargaan dan gotong royong guna mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila yang memiliki fungsi bagi Penyelenggara Negara sebagai pedoman dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap kebijakan pembangunan Nasional, baik pembangunan ditingkat Pusat maupun ditingkat daerah dan pembangunan Nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, social, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan teknologi serta dengan tujuan agar Negara Indonesia menjadi Negara yang merdeka, bersatu, serta berdaulat dalam tata masyarakat adil dan makmur sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tersebut telah disetujui lewat Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi usul inisiatif DPR RI.

“Kini saya menayakan kepada Sidang Dewan yang terhormat, apakah pendapat Fraksi-Fraksi atas usul inisiatif Badan Legislasi terhadap RUU HIP dapat disetujui menjadi usul DPR RI?” Tanya Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani kepada Anggota Dewan yang dihadiri 296 Anggota DPR pada Rapat Paripurna yang digelar sebanyak 41 secara kehadiran fisik serta 255 secara virtual, Selasa (12/5/2020).

Usai mengajukan pertanyaan oleh Puan Maharani saat berlangsungnya Rapat Paripurna para Anggota Dewan secara serentak baik yang hadir secara fisik maupun virtual menyatakan persetujuan atas RUU HIP tersebut.

Sebelum menyatakan persetujuan, Hidayat Nur Wahid menyebutkan bahwa RUU HIP pada Rapat Paripurna 12 Mei lalu, para Anggota Dewan dari Fraksi PKS, PPP, NasDem dan PAN secara formal mengusulkan agar TAP MPRS XXV tahun 1996 soal larangan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dimasukkan sebagai peraturan konsideran (pertimbangan yang jadi dasar peraturan) RUU HIP.

Selanjutnya usulan untuk dimasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme menjadi peraturan konsideran RUU HIP mendapat penolakan dari Fraksi PDIP.

“ FPDIP di DPR menolak usulan kami. Mereka tak setuju memasukkan TAP MPRS soal Partai Komunisme Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang dan larangan penyebaran ideologi Komunisme pada konsideran menimbang RUU HIP,”Jelasnya.

Secara formil RUU HIP yang berasal dari DPR adalah sah karena langsung diamanatkan oleh Konstitusi. Mengingat Pasal 20 dan Pasal 21 UUD 1945. Namun materi muatan dari RUU HIP soal tidak dimasukkan TAP MPRS Larangan menyebarkan paham Komunisme, Leninisme, dan Marxisme pasti masyarakat resah dan menimbulkan demonstran karena mereka merasa organisasi terlarang itu kembali hidup. Hal ini langsung ditanggapi oleh Mahfud. Ia menjelaskan bahwa secara Konstitusional tidak ada Mejelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau Lembaga lain yang bisa mencabut TAP MPRS soal PKI. Oleh karenanya diperlukan partisipasi masyarakat dalam mengkritisi isi RUU inisiatif DPR tersebut agar dapat menguatkan Pancasila sebagai Dasar Ideologi Negara. Pancasila merupakan Ideologi Negara yang disusun oleh pendiri bangsa pada tahun 1945 yang diambil dari nilai-nilai yang ada dalam kehidupan di masyarakat Indonesia itu sendiri.

Menguatkan Pancasila lewat HIP sangat krusial, salah satunya dalam upaya meningkatkan status landasan hukum kelembagaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dari yang semula Peraturan Presiden (Peppres) ditingkatkan menjadi Undang-undang. Yang utama adalah untuk memiliki kepentingan Konstitusional yang sama dengan Lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD sehingga lembaga BPIP ini lebih baik disebut Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP) berdasarkan UU. Dengan demikian, koordinasinya dengan Lembaga-lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan setingkat Menteri dapat semakin efektif dilakukan secara sinergis dan terpadu.

Jumat, 22 Mei 2020

HPMKM Berbagi Takjil Sebagai Wujud Solidaritas



Himpunan Pemuda Kuantan Mudik (HPMKM) kembali hadir di tengah pandemi Covid-19 sebagai wujud solidaritas terhadap umat muslim yang sedang menjalani ibadah puasa, HPMKM menyerahkan 125 makanan berupa menu takjil dan 100 minuman es timun siap saji ke sejumlah masyarakat.

aksi berbagi takjil ini terlihat menarik karena hanya dilakukan oleh para srikandi HPMKM di pangkal jembatan desa seberang pantai, Jumat (22/05/2020) sore.

Bendahara Umum HPMKM Dea Violinda Khairunnisa Adrya menuturkan, kegiatan tersebut dalam rangka peduli kemanusiaan dengan cara berbagi takjil gratis di bulan Ramadhan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk tetap dirumah dan taat menjalani aturan dari pemerintah demi memutus mata rantai penyebaran virus corona.

"Kami insya allah selalu hadir saat kondisi ekonomi yang melemah, membuat warga semakin susah oleh munculnya wabah corona atau Covid-19 hingga hati kami tergerak melakukan kebajikan berupa berbagi takjil gratis kepada masyarakat. Dalam proses pembagian takjil ini kami juga memberikan arahan atau himbauan kepada masyarakat untuk mentaati aturan pemerintah," ujarnya.

melakukan hal yang bermanfaat bagi sesama di bulan Ramadhan yang baik ini dengan harapan hanya ingin mendapatkan Ridho Allah SWT.

"Takjil dibagikan kepada umat muslim untuk persiapan buka puasa merupakan bantuan dari hamba Allah, niat kami hanya ingin mendapatkan Ridho Allah SWT," Tutup Dea.

Sementara itu, masyarakat mengapresiasi kegiatan berbagi takjil yang dilakukan oleh srikandi HPMKM atas kepedulian dalam membantu meringankan beban saudara-saudari seiman.

"Allhamdulillah di tengah kondisi ekonomi melemah masih ada anak muda yang peduli terhadap masyarakat, kami sangat berterima kasih kepada mahasiswi HPMKM yang selalu senantiasa menebar kebaikan," ujar tia salah satu warga.

Selasa, 19 Mei 2020

HPMKM Pekanbaru Gandeng IKKM Bagikan Sembako Kepada Masyarakat Kurang Mampu


                  OLEH : REKI WAHYUDI
             SEKRETARIS UMUM HPMKM


Himpunan Pemuda Mahasiswa Kuantan Mudik (HPMKM) Pekanbaru gandeng Ikatan Keluarga Kuantan Mudik (IKKM) membagikan 120 paket sembako kepada masyarakat kriteria kurang mampu secara ekonomi di tengah pandemi Covid-19, Senin (18/05/2020).
                                                         
Ratusan sembako yang terdiri beras, telur, minyak goreng dan intermie ini, diberikan kepada orang-orang yang lagi membutuhkan. Khususnya terkait perekonomian yang terkena dampak pandemi virus corona disease (Covid-19).

Pembagian dilakukan pada 23 (dua puluh tiga) Desa ditambah 1 (satu) Kelurahan dikecamatan Kuantan Mudik (KM). Dimana hanya ada 5 (lima) penerima Masing-masing Desa/kelurahan dari 120 paket sembako.

120 (seratus dua puluh) sembako itu diantar langsung oleh HPMKM ke rumah-rumah penerima, Namun sebelum ratusan sembako tersebut diantar ke penerima terlebih Camat Sada Risnah membuka pelepasan acara di depan mesjid desa seberang pantai yang langsung dihadiri oleh beberapa kepala desa serta 3 (tiga) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Dapil III (Gunung Toar, Kuantan Mudik, Hulu Kuantan dan Pucuk Rantau) Kuansing. Diantaranya Gamal Harsum (Nasdem), Juprizal (Gerindra) dan Erdizal Is (PKB). Salah satu dari mereka Erdizal Is menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh HPMKM dan IKKM yang sudah membantu dalam memberikan donasi pemberian sembako.

"sembako ini merupakan donasi yang dapat mengurangi beban saudara-saudara kita terdampak Covid-19. Kami harap dengan bantuan ini HPMKM benar-benar membagikannya kepada masyarakat yang membutuhkan". Pinta Erdizal Is.

pada saat berlangsungnya pelepasan acara alhamdulillah Gamal Harsum (DPRD) Bersama Sada Risnah (Camat) memberikan rezeki ke HPMKM berupa uang tunai.

"Jangan dilihat dari seberapa besarnya pemberian namun nilailah keiklasannya. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui" ujar Gamal.

Begitu pula dengan Sada Risnah dengan harapan  gunakanlah dana ini dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Harap Sada Risnah.

Lebih lanjut  Ragil selaku wakil ketua HPMKM menyampaikan, pemberian ratusan paket sembako ini merupakan bukti nyata kepedulian HPMKM dan IKKM hadir ditengah masyarakat dimanapun berada khususnya masyarakat terdampak corona virus.

"Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT dalam hal memberi kepada yang membutuhkan.  Kemudian memupuk rasa kepedulian terhadap masyarakat kuantan mudik, dan juga merajut solidaritas antar pemuda dan mahasiswa untuk peduli terhadap masyarakat yang membutuhkan. Dan semoga Allah SWT membalas apa yang telah diberi oleh para donatur, Aamiin". Ujar Ragil.

Usai pemberian sembako  HPMKM juga mengadakan berbuka bersama di kediaman rumah ketua umum Akhdiva untuk melakukan pembahasan evaluasi kegiatan pemberian sembako dini hari.

Saat berlangsungnya berbuka bersama ketua pelaksana Zaky Al Fadli menyampaikan, Alhamdulillah kita telah selesai melakukan Open donasi sampai dengan membagikan  secara lansung ke masyarakat yang membutuhkan,  kami ucapkan terima kasih banyak khususnya kepada seluruh Donatur yang telah menyisihkan rezekinya untuk membantu masyarakat Kuantan Mudik dan seluruh anggota HPMKM umumnya yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran. Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian mahasiswa sebagai agent of social dimana mahasiswa harus ber peran aktif di segala kondisi yang terjadi di daerah nya. Tutup Zaky

Selasa, 12 Mei 2020

Pembebasan Narapidana dan Anak Lewat Asimilasi dan Integrasi





                         OLEH : REKI WAHYUDI
SEMESTER : 4
HMI P3A


     Pada 30 Maret 2020 pemerintah menerbitkan Peraturan Kementerian Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Tujuan pembebasan ini khususnya sebagai upaya penyelamatan terhadap narapidana dan anak di Lapas/LPKA/Rutan yang sangat rentan terhadap penyebaran dan penularan Covid-19. Untuk itu upaya tersebut perlu dilaksanakan agar dapat mengurangi Overcrowded yang tidak dimungkinkan untuk Physical Distancing di Lapas/LPKA/Rutan yang sudah melebihi daya tampung sebenarnya. Sebelum membahas pemberian asimilasi dan hak integrasi, kami akan menjelaskan terlebih dahulu bahwa pemberian asimilasi merupakan proses pembinaan narapidana dan anak yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak dalam kehidupan masyarakat sedangkan pemberian integrasi adalah program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan masyarakat. Pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak dilaksanakan di rumah dibawah pengawasan dan pembimbingan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Pembebasan bagi narapidana dan anak dalam kehidupan masyarakat dilakukan setelah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

     Perlu diketahui bahwa Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 dan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 Tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 itu tidak terkait Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal ini telah disampaikan oleh Yasonna H. Laoly kepada anggota komisi III DPR RI. Ketentuan pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak berdasarkan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut : (a) Narapidana yang 2/3 masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; (b) Anak yang ½ masa pidananya jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; (c) Narapidana dan Anak yang tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012; dan (d) Tidak sedang menjalani subsidair dan bukan Warga Negara Asing (WNA).

     Sementara ketentuan bagi narapidana dan anak yang dapat diberikan asimilasi dan hak integrasi serta syarat pemberian asimilasi dan integrasi telah termaktub dalam Peraturan Kementerian Hukum dan HAM No. 10 Tahun 2020.

Pasal 2
Narapidana yang dapat diberikan asimilasi dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu enam (6) bulan terakhir;
b.      aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
c.       telah menjalani ½ (satu perdua) masa pidana.

Pasal 3
Anak yang dapat diberikan asimilasi dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       berkelakuan baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun waktu 3 bulan terakhir;
b.      aktif mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
c.       telah menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan.

Pasal 4
Syarat pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak yang harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

a.       fotocopy kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
b.      bukti telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan atau melaksanakan subsidaer pengganti denda dijalankan dirumah dalam pengawasan oleh Kejaksaan dan Balai Pemasyarakatan;
c.       laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala Lapas;
d.      salinan register F dari Kepala Lapas;
e.       salinan daftar perubahan dari Kepala Lapas; dan
f.       surat pernyataan dari narapidana tidak akan melarikan diri dan tidak melakukan perbuatan melanggar hukum.

pasal 9
Narapidana yang dapat diberikan hak integrasi (pembebasan besryarat dan cuti menjelang bebas) dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga), dengan ketentuan 2/3 (dua pertiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (Sembilan) bulan;
b.      berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (Sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua pertiga) masa pidana;
c.       telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
d.      masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.

Pasal 10
Narapidana yang dapat diberikan hak integrasi (pemberian cuti bersyarat) dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       telah menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga), dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut paling sedikit 6 (enam) bulan;
b.      berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 6 (enam) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua pertiga) masa pidana;
c.       telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
d.      masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.

Pasal 11
Anak yang sedang menjalani pidana penjara di LPKA yang dapat diberikan hak integrasi (pembebasan bersyarat) dengan ketentuan sebagai berikut :

a.       telah menjalani masa pidana paling sedikit ½ (satu perdua)  masa pidana;
b.      berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal ½ (satu perdua) masa pidana.

Pasal 12
Pemberian hak integrasi (pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat) sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal pasal 10 dan pasal 11 harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :

a.       fotocopy kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
b.      laporan perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh kepala Lapas/LPKA;
c.       salinan register F dari kepala Lapas/LPKA;
d.      salinan daftar perubahan dari Lapas/LPKA; dan
e.       surat pernyataan narapidana/anak tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum.

     Artinya narapidana dan anak yang mendapatkan hak asimilasi dan integrasi tersebut memang mereka yang telah memenuhi kualifikasi. Bukan asal membebaskannya. untuk itu, masyarakat diminta agar memberikan kepercayaan kepada pemerintah atas tindakannya yang telah memperhitungkan sedemikian matang. Suatu langkah kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah menjamin keselamatan para narapidana dan anak dari potensi terkena wabah Covid-19 yang bisa menginfeksi Lapas. Megingat Overcrowded di Lapas tidak memungkinkan narapidana dan anak melakukan Physical Distancing.

     Pemebebasan lewat pemberian asimilasi dan hak integritas kepada narapidana yang telah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa pidananya dan bagi anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) masa pidananya yang jatuh tanggal 1 April 2020 hingga 31 Desember 2020 dapat mengefisiensi anggaran sebab segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikiul oleh negara. kemudian dengan adanya program pembebasan ini, maka anggaran yang sedianya dipergunakan untuk keperluan dan kebutuhan narapidana dan anak dapat dialihkan untuk pencegahan Covid-19. Selanjutnya pengawasan pembebasan ini belum tentu efektif bila hanya dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) untuk itu diperlukan pengawasan dari berbagai pihak. Seperti pihak kepolisian dalam memelihara keamanan dan ketertiban selama Covid-19 sebagaimana yang telah Kapolri Idham Aziz menerbitkan Telegram No. ST/1238/IV/OPS.2/2020. Tidak hanya itu, partisipatif masyarakat tentu juga memiliki peran yang besar  dalam pengawasan narapidana yang telah dibebaskan. Masyarakat dapat melaporkan kepada kepolisian setempat apabila menemukan narapidana yang dibebaskan selama masa covid-19 yang mencoba kembali melakukan tindak pidana yang dapat mengakibatkan terjadinya keresahan warga sekitar. keberhasilan dari kebijakan pemerintah ini dapat diwujudkan dengan adanya pihak-pihak saling bahu-membahu dan bersatu padu menjadi satu-kesatuan untuk bekerja sama, terutama selama covid-19 ini.

Bagaimana bagi narapidana yang sudah diberikan asimilasi dan hak integrasi kembali melakukan perbuatan melanggar hukum?

Mentri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly  menegaskan bagi narapidana yang telah dibebaskan berdasarkan peraturan Menteri ini, jika berbuat tindak pidana lagi, akan dimasukan Straf Cell (sel pengasingan) dan diproses kembali dengan tindak pidana baru yang ia lakukan.