Penulis : Evi Yanti
Evi Yanti, Sosok Dibalik Akun Instagram HmI Hukum UIR |
Hukum itu hadir
sesuai dengan zaman dan kondisi nya, melihat fakta dan realita yang terjadi.
Pada zaman dahulu di daerah Sumatera barat tepatnya Minang kabau, Minang Kabau
adalah salah satu suku yang begitu kuat dalam hal adat istiadat. Tak di ragukan
lagi, namun begitulah realita yang terjadi. Meski zaman now tahun 2017, Namun adat istiadat
dalam suku Minang Kabau masih tetap di berlakukan hingga kini. Luar biasa!!!
Pada masyarakat Minang
Kabau adalah masyarakat yang menarik garis keturunan dari pihak ibu. Kenapa harus
dari pihak ibu??? karena masyarakat
Minang kabau menganggap bahwa perempuan adalah makhluk luar biasa yang Allah
ciptakan, di mulai dari perempuan adalah yang mengandung anak, melahirkan,
merawat dan membesarkan anak – anak. Segala bentuk kegiatan bisa dilakukan oleh
laki-laki namun ada hal-hal yang tidak bisa di lakukan oleh laki-laki yakni
Mengandung (hamil) dan melahirkan yang tak bisa di lakukan oleh kaum laki-laki.
Berangkat dari opini tersebut sehingga suku Minang kabau menarik garis
keturunan dari pihak Ibu, yang populer dengan istilah Masyarakat Matrilineal.
Berbeda dengan
masyarakat patrilineal dan parental. pada dasarnya masyarakat patrilineal
adalah masyarakat yang menarik garis keturunan dari pihak bapak (Laki-laki).
Dan juga masyarak Parental yang menarik garis keturunan dari pihak ayah (laki-laki)
dan ibu (perempuan).
Pada masyarakat
Matrilineal di kenal istilah perkawinan Semenda. Perkawinan semenda dalam
pembagiannya di kenal beberapa jenis.
1. Semenda
bertandang
Dalam perkawinan
semenda bertandang, laki-laki hanya lah sebagai tamu di rumah istri yang
bertujuan untuk memperbanyak keturunan istri. Dan hanya datang di malam hari
lalu pagi hari suami tersebut akan pulang dan tidak bertanggung jawab terhadap
segala kebutuhan hidup istri dan anak anak. Namun laki-laki tersebut akan
bertanggung jawab kepada keluarganya, bertanggung jawab kepada saudara-saudara
nya yang perempuan serta anak-anak dari saudaranya yang perempuan atau yang di
sebut dengan kemenakan.
2. Semenda
Menetap
Dalam perkawinan ini suami yang matri
lokal (menetap) di kediaman istri. Faktanya dalam perkawinan semenda yang
mengikuti istri adalah suami, bukan
istri yang mengikuti suami. Dengan demikian dalam perkawinan ini suami menetap
di kediaman keluarga kerabat istri. Dan suami telah bertanggung jawab dengan
kehidupan istri. Berbeda pada perkawinan semenda bertandang. Hal ini bisa
terjadi karena adanya pengaruh dari agama. Karena dalam agama islam suami itu
wajib memberikan nafkah kepada istri, sehingga lambat laun dan dengan pengaruh
agama islam perkawinan semenda bertandang yang dahulu laki-laki hanya sekedar
bertamu kekediaman istri kini telah berubah. inilah yang di istilahkan dengan adat bersendikan syara, syara bersendika kitabullah.
3. Perkawinan
Semenda Bebas
Dalam perkawinan
Semenda bebas antara laki-laki (suami dan istri) keluar dari wilayah kediaman istri. Suami dan
istri tersebut hidup di luar wilayah kerabat istri yang bisa dikatan bebas
ataupun mandiri.
Dalam
perkembangannya masyarakat matrilineal banyak mengalami perubahan yang sangat signifkant,
di bandingkan dengan masyarakat Patrilineal dan parental. Terbukti dengan
segala perubahan-perubahan yang mendasar dalam setiap jenis perkawinan.
Bukti
kongkritnya adalah di mulai dari perkawinan semenda bertandang yang Kaum
laki-laki hanya sekedar bertamu di kedemian perempuan lalu pulang kembali dan
tak bertanggung jawab terhadap istri serta anak – anak. Namun seiring dengan
berjalannya waktu mindset berfikir
masyarakat minang Kabau berubah dengan hadirnya agama Islam sehingga membuat
pola pikir masyarakat berubah. perubahan berfikir tersebut tak serta merta
dengan tanpa adanya sebab yang jelas. Sebab yang kongkrit adalah karena
hadirnya agama islam sehingga melatar belakangi perubahan tersebut.
Kaum laki-laki
pada perkawinan semenda bertandang hanya lah sebagai tamu. Tak lebih dari itu.
Mengapa demikian??? karena kaum laki laki hanya lah datang di kediaman istri
lalu pulang di pagi hari dan berkerja untuk dirinya, ibunya, dan kelurga serta
untuk saudara-saudara perempuan serta bertanggung jawab penuh terhadap
anak-anak yang di lahirkan oleh saudara – saudaranya yang perempuan.
Menurut hemat
para kaum masyarakat Patrilineal mungkin menganggap bahwa laki laki adalah kaum
lemah yang tak berdaya yang hanya di jadikan sebagai subjek untuk memperbanyak
keturunan perempuan (Istri).
Menurut hemat
penulis saja yang berasal dari masyarakat parental, bahwa dalam masyarakat
matrilineal laki-laki tidak memiliki marwah di mata seorang perempuan, namun
ternyata itu hanya berlaku dulu saat belum hadir agama islam dalam peradaban
masyarakat Matrilineal.
Alhamdulillah seiring
berjalannya waktu itu semua berubah dengan hadirnya sosok agama islam. Dalam Al
qur’an telah di sebutkan dengan jelas dalam surah At Tahrim ayat 6 yang artinya
“ Hai orang-orang yang beriman! Jagalah
dirimu dan ahli keluargamu dari api neraka”.
Berdasarkan ayat
di atas jelas bahwa kewajiban bagi seseorang laiki-laki untuk menjaga
keluarganya dan dalam ayat tersebut jelas di tujukan untuk laki-laki bukan untuk
perempuan.
Berikut penulis
paparkan tentang hadist kewajiban suami bertanggung jawab terhadap istri. Dari
Ibnu Umar Nabi
SAW bahwa baginda bersabda
“ tiap-tiap kamu adalah pemimpin dan
bertanggung jawab atas yang di pimpinnya dan ia bertanggung jawab atas
rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam mengurusi ahli keluarganya ia
bertanggung jawab atas yang di pimpinnya. seorang istri adalah pemimpin dalam
rumah tangganya dan bertanggung jawab atas keluarganya. Seoarang hamba adalah
pemimpin dalam mengurus harta tuannya, ia bertanggung jawab atas peliharaannya.
Seoarang laki-laki adalah pemimpin dalam menguruisi harta ayahnya, ia
brertanggung jawab atas peliharaannya . jadi setiap kamu sekalian adalah
pemimpin dan setiap kamu harus bertanggung jawab atas yang di pimpinnya (muttaq’alaih).
Sangat jelas dan
kongkrit bukan di dalam al Qur’an telah di jelaskan secara gamblang dan tegas
bahwa setiap laki-laki harus bertanggung jawab terhadap keluarga.
Kehadiran agama
islam merupakan Nafas baru bagi kaum Masyarakat Matrilineal, meskipun tak serta
merta setelah hadirnya islam menjadi berubah kedudukan laki-laki menjadi serupa
dengan kedudukan istri.
Kaum prempuan
daam masyarakat matrilineal tetaplah di anggap istimewa, bukan karena serta
merta perempuan yang bisa mengandung dari keturunan bagi masyarakat matrilineal
namun dari segi harta, dalam masyarakat matrilineal perempuan lah yang
menjaganya di mulai dari harta pusako tinggi dan harta-harta lain. Mengapa
demikian dan ini lantas tak berubah seperti dengan kedudukan laki-laki? Jelas saja karena
seperti yang tertuang dalam hadist diatas bahwa perempuan / seorang istri
adalah pemimpin dalam rumah tangga
dan bertanggung jawab atas keluarganya. Kalimat dalam hadist ini memang
sederhana namun bila di artikan secara luas akan menghasilkan makna yang luas
pula.
Inilah paparan
mengenai Adat bersendikan syara’ syara’
bersendikan kitabullah. Perubahan yang sangat signifikan dalam masyarakat
Matrilineal di dasarkan oleh Hukum agama islam sesuai dengan istilah Adat bersendikan Syara’. Lalu Syara’ bersendikan kitabullah
adalah Sesuatu yang berada dalam Syara’ atau syariah semuanya isinya sesuai atau
merujuk pada ketentuan yang telah ada di dalam Al Qur’an.
Semoga adat
istiadat yang positif akan selalu eksis meski zaman Now tidak lagi sama dengan zaman dahulu. Kini masyarakat
banyak di sibukkan dengan digital yang sangat mudah memberikan pengaruh dan
mendapatkan pengaruh-engaruh kebudayaan barat. Semoga Adat yang telah ada saat
zaman dahulu tetap eksis sampai pada generasi – generasi penerus nantinya.
Matur Nuwun. . .!!! – EY -