OLEH : REKI WAHYUDI
SEMESTER : 4
SEMESTER : 4
Haluan Ideologi
Pancasila (HPI) menjadi dasar petunjuk bagi seluruh bangsa Indonesia dalam
mencapai keadilan dan kesejahteraan social dengan asas kekeluargaan dan gotong
royong guna mewujudkan suatu tata masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila yang memiliki fungsi bagi Penyelenggara Negara sebagai
pedoman dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
terhadap kebijakan pembangunan Nasional, baik pembangunan ditingkat Pusat
maupun ditingkat daerah dan pembangunan Nasional di bidang politik, hukum,
ekonomi, social, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan
teknologi serta dengan tujuan agar Negara Indonesia menjadi Negara yang
merdeka, bersatu, serta berdaulat dalam tata masyarakat adil dan makmur
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Rancangan Undang-undang
Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) tersebut telah disetujui lewat Rapat
Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi usul inisiatif DPR
RI.
“Kini saya menayakan
kepada Sidang Dewan yang terhormat, apakah pendapat Fraksi-Fraksi atas usul
inisiatif Badan Legislasi terhadap RUU HIP dapat disetujui menjadi usul DPR
RI?” Tanya Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani kepada Anggota Dewan yang
dihadiri 296 Anggota DPR pada Rapat Paripurna yang digelar sebanyak 41 secara
kehadiran fisik serta 255 secara virtual, Selasa (12/5/2020).
Usai mengajukan
pertanyaan oleh Puan Maharani saat berlangsungnya Rapat Paripurna para Anggota
Dewan secara serentak baik yang hadir secara fisik maupun virtual menyatakan
persetujuan atas RUU HIP tersebut.
Sebelum menyatakan
persetujuan, Hidayat Nur Wahid menyebutkan bahwa RUU HIP pada Rapat Paripurna
12 Mei lalu, para Anggota Dewan dari Fraksi PKS, PPP, NasDem dan PAN secara
formal mengusulkan agar TAP MPRS XXV tahun 1996 soal larangan ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme dimasukkan sebagai peraturan konsideran
(pertimbangan yang jadi dasar peraturan) RUU HIP.
Selanjutnya usulan
untuk dimasukkan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 tentang Larangan Ajaran
Komunisme/Marxisme-Leninisme menjadi peraturan konsideran RUU HIP mendapat
penolakan dari Fraksi PDIP.
“ FPDIP di DPR menolak
usulan kami. Mereka tak setuju memasukkan TAP MPRS soal Partai Komunisme
Indonesia (PKI) sebagai partai terlarang dan larangan penyebaran ideologi
Komunisme pada konsideran menimbang RUU HIP,”Jelasnya.
Secara formil RUU HIP
yang berasal dari DPR adalah sah karena langsung diamanatkan oleh Konstitusi.
Mengingat Pasal 20 dan Pasal 21 UUD 1945. Namun materi muatan dari RUU HIP soal
tidak dimasukkan TAP MPRS Larangan menyebarkan paham Komunisme, Leninisme, dan
Marxisme pasti masyarakat resah dan menimbulkan demonstran karena mereka merasa
organisasi terlarang itu kembali hidup. Hal ini langsung ditanggapi oleh
Mahfud. Ia menjelaskan bahwa secara Konstitusional tidak ada Mejelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) atau Lembaga lain yang bisa mencabut TAP MPRS soal
PKI. Oleh karenanya diperlukan partisipasi masyarakat dalam mengkritisi isi RUU
inisiatif DPR tersebut agar dapat menguatkan Pancasila sebagai Dasar Ideologi
Negara. Pancasila merupakan Ideologi Negara yang disusun oleh pendiri bangsa
pada tahun 1945 yang diambil dari nilai-nilai yang ada dalam kehidupan di
masyarakat Indonesia itu sendiri.
Menguatkan Pancasila
lewat HIP sangat krusial, salah satunya dalam upaya meningkatkan status
landasan hukum kelembagaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dari yang
semula Peraturan Presiden (Peppres) ditingkatkan menjadi Undang-undang. Yang
utama adalah untuk memiliki kepentingan Konstitusional yang sama dengan
Lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD sehingga lembaga BPIP ini lebih baik
disebut Dewan Nasional Pembinaan Ideologi Pancasila (DN-PIP) berdasarkan UU.
Dengan demikian, koordinasinya dengan Lembaga-lembaga Negara dan Lembaga Pemerintahan
setingkat Menteri dapat semakin efektif dilakukan secara sinergis dan terpadu.