OLEH : REKI WAHYUDI
SEMESTER : 4
HMI P3A
Pada 30 Maret 2020 pemerintah menerbitkan
Peraturan Kementerian Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Pemberian
Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan Anak Dalam Rangka Pencegahan
dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Tujuan pembebasan ini khususnya sebagai
upaya penyelamatan terhadap narapidana dan anak di Lapas/LPKA/Rutan yang sangat
rentan terhadap penyebaran dan penularan Covid-19. Untuk itu upaya tersebut
perlu dilaksanakan agar dapat mengurangi Overcrowded yang tidak dimungkinkan untuk
Physical Distancing di Lapas/LPKA/Rutan yang sudah melebihi daya tampung
sebenarnya. Sebelum membahas pemberian asimilasi dan hak integrasi, kami akan
menjelaskan terlebih dahulu bahwa pemberian asimilasi merupakan proses
pembinaan narapidana dan anak yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana
dan anak dalam kehidupan masyarakat sedangkan pemberian integrasi adalah
program pembinaan untuk mengintegrasikan narapidana dan anak ke dalam kehidupan
masyarakat. Pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak dilaksanakan di rumah
dibawah pengawasan dan pembimbingan Balai Pemasyarakatan (Bapas). Pembebasan
bagi narapidana dan anak dalam kehidupan masyarakat dilakukan setelah memenuhi
persyaratan yang telah ditentukan.
Perlu diketahui bahwa Permenkumham Nomor
10 Tahun 2020 Tentang Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi Bagi Narapidana dan
Anak Dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 dan
Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 Tentang Pengeluaran dan
Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi Dalam Rangka
Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 itu tidak terkait Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal ini telah disampaikan oleh Yasonna H. Laoly
kepada anggota komisi III DPR RI. Ketentuan pemberian asimilasi bagi narapidana
dan anak berdasarkan Kepmenkumham Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020
dilakukan dengan persyaratan sebagai berikut : (a) Narapidana yang 2/3 masa pidananya
jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; (b) Anak yang ½ masa pidananya
jatuh sampai dengan tanggal 31 Desember 2020; (c) Narapidana dan Anak yang
tidak terkait dengan PP Nomor 99 Tahun 2012; dan (d) Tidak sedang menjalani
subsidair dan bukan Warga Negara Asing (WNA).
Sementara ketentuan bagi narapidana dan
anak yang dapat diberikan asimilasi dan hak integrasi serta syarat pemberian
asimilasi dan integrasi telah termaktub dalam Peraturan Kementerian Hukum dan
HAM No. 10 Tahun 2020.
Pasal 2
Narapidana yang dapat diberikan asimilasi dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. berkelakuan
baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun
waktu enam (6) bulan terakhir;
b. aktif
mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
c. telah
menjalani ½ (satu perdua) masa pidana.
Pasal 3
Anak yang dapat diberikan asimilasi dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. berkelakuan
baik dibuktikan dengan tidak sedang menjalani hukuman disiplin dalam kurun
waktu 3 bulan terakhir;
b. aktif
mengikuti program pembinaan dengan baik; dan
c. telah
menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan.
Pasal 4
Syarat pemberian asimilasi bagi narapidana dan anak
yang harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :
a. fotocopy
kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
b. bukti
telah membayar lunas denda dan uang pengganti sesuai dengan putusan pengadilan
atau melaksanakan subsidaer pengganti denda dijalankan dirumah dalam pengawasan
oleh Kejaksaan dan Balai Pemasyarakatan;
c. laporan
perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh Kepala Lapas;
d. salinan
register F dari Kepala Lapas;
e. salinan
daftar perubahan dari Kepala Lapas; dan
f. surat
pernyataan dari narapidana tidak akan melarikan diri dan tidak melakukan
perbuatan melanggar hukum.
pasal 9
Narapidana yang dapat diberikan hak integrasi
(pembebasan besryarat dan cuti menjelang bebas) dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. telah
menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga), dengan ketentuan 2/3
(dua pertiga) masa pidana tersebut paling sedikit 9 (Sembilan) bulan;
b. berkelakuan
baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 (Sembilan) bulan terakhir
dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua pertiga) masa pidana;
c. telah
mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
d. masyarakat
dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.
Pasal 10
Narapidana yang dapat diberikan hak integrasi
(pemberian cuti bersyarat) dengan ketentuan sebagai berikut :
a. telah
menjalani masa pidana paling singkat 2/3 (dua pertiga), dengan ketentuan 2/3
masa pidana tersebut paling sedikit 6 (enam) bulan;
b. berkelakuan
baik selama menjalani masa pidana paling singkat 6 (enam) bulan terakhir
dihitung sebelum tanggal 2/3 (dua pertiga) masa pidana;
c. telah
mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat; dan
d. masyarakat
dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.
Pasal 11
Anak yang sedang menjalani pidana penjara di LPKA
yang dapat diberikan hak integrasi (pembebasan bersyarat) dengan ketentuan
sebagai berikut :
a. telah
menjalani masa pidana paling sedikit ½ (satu perdua) masa pidana;
b. berkelakuan
baik selama menjalani masa pidana paling singkat 3 (tiga) bulan terakhir
dihitung sebelum tanggal ½ (satu perdua) masa pidana.
Pasal 12
Pemberian hak integrasi (pembebasan bersyarat, cuti
menjelang bebas dan cuti bersyarat) sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, pasal
pasal 10 dan pasal 11 harus dibuktikan dengan melampirkan dokumen sebagai
berikut :
a. fotocopy
kutipan putusan hakim dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan;
b. laporan
perkembangan pembinaan yang ditandatangani oleh kepala Lapas/LPKA;
c. salinan
register F dari kepala Lapas/LPKA;
d. salinan
daftar perubahan dari Lapas/LPKA; dan
e. surat
pernyataan narapidana/anak tidak akan melakukan perbuatan melanggar hukum.
Artinya narapidana dan anak yang
mendapatkan hak asimilasi dan integrasi tersebut memang mereka yang telah
memenuhi kualifikasi. Bukan asal membebaskannya. untuk itu, masyarakat diminta
agar memberikan kepercayaan kepada pemerintah atas tindakannya yang telah memperhitungkan
sedemikian matang. Suatu langkah kemanusiaan yang dilakukan oleh pemerintah menjamin
keselamatan para narapidana dan anak dari potensi terkena wabah Covid-19 yang
bisa menginfeksi Lapas. Megingat Overcrowded di Lapas tidak memungkinkan narapidana
dan anak melakukan Physical Distancing.
Pemebebasan lewat pemberian asimilasi dan
hak integritas kepada narapidana yang telah menjalani 2/3 (dua pertiga) masa
pidananya dan bagi anak yang telah menjalani ½ (satu perdua) masa pidananya
yang jatuh tanggal 1 April 2020 hingga 31 Desember 2020 dapat mengefisiensi
anggaran sebab segala biaya untuk pidana penjara dan pidana kurungan dipikiul
oleh negara. kemudian dengan adanya program pembebasan ini, maka anggaran yang
sedianya dipergunakan untuk keperluan dan kebutuhan narapidana dan anak dapat
dialihkan untuk pencegahan Covid-19. Selanjutnya pengawasan pembebasan ini
belum tentu efektif bila hanya dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas)
untuk itu diperlukan pengawasan dari berbagai pihak. Seperti pihak kepolisian
dalam memelihara keamanan dan ketertiban selama Covid-19 sebagaimana yang telah
Kapolri Idham Aziz menerbitkan Telegram No. ST/1238/IV/OPS.2/2020. Tidak hanya
itu, partisipatif masyarakat tentu juga memiliki peran yang besar dalam pengawasan narapidana yang telah
dibebaskan. Masyarakat dapat melaporkan kepada kepolisian setempat apabila
menemukan narapidana yang dibebaskan selama masa covid-19 yang mencoba kembali
melakukan tindak pidana yang dapat mengakibatkan terjadinya keresahan warga
sekitar. keberhasilan dari kebijakan pemerintah ini dapat diwujudkan dengan
adanya pihak-pihak saling bahu-membahu dan bersatu padu menjadi satu-kesatuan
untuk bekerja sama, terutama selama covid-19 ini.
Bagaimana bagi
narapidana yang sudah diberikan asimilasi dan hak integrasi kembali melakukan
perbuatan melanggar hukum?
Mentri Hukum dan HAM Yasonna
H. Laoly menegaskan bagi narapidana yang
telah dibebaskan berdasarkan peraturan Menteri ini, jika berbuat tindak pidana lagi,
akan dimasukan Straf Cell (sel pengasingan) dan diproses kembali dengan tindak
pidana baru yang ia lakukan.